PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM TEORI PENDIDIKAN
Pendidikan dapat dilihat dalam dua sisi yaitu: (1) pendidikan sebagai praktik dan (2) pendidikan sebagai teori. Pendidikan sebagai praktik yakni seperangkat kegiatan atau aktivitas yang dapat diamati dan disadari dengan tujuan untuk membantu pihak lain (baca: peserta didik) agar memperoleh perubahan perilaku. Sementara pendidikan sebagai teori yaitu seperangkat pengetahuan yang telah tersusun secara sistematis yang berfungsi untuk menjelaskan, menggambarkan, meramalkan dan mengontrol berbagai gejala dan peristiwa pendidikan, baik yang bersumber dari pengalaman-pengalaman pendidikan (empiris) maupun hasil perenungan-perenungan yang mendalam untuk melihat makna pendidikan dalam konteks yang lebih luas.
Diantara keduanya memiliki keterkaitan dan tidak bisa dipisahkan. Praktik pendidikan seyogyanya berlandaskan pada teori pendidikan. Demikian pula, teori-teori pendidikan seyogyanya bercermin dari praktik pendidikan. Perubahan yang terjadi dalam praktik pendidikan dapat mengimbas pada teori pendidikan. Sebaliknya, perubahan dalam teori pendidikan pun dapat mengimbas pada praktik pendidikan
Terkait dengan upaya mempelajari pendidikan sebagai teori dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan, diantaranya: pendekatan sains,pendekatan filosofi,pendekatan religi, dan pendekatan multidisiplin. (Uyoh Sadulloh, 1994).
1. Pendekatan Sains
Pendekatan sains terhadap pendidikan , yaitu suatu pengkajian dengan menggunakan sains untuk mempelajari, menelaah, dan memecahkan masalah-masalah pendidikan.Teori pendidikan dengan pendekatan sains disebut sains penddikan ( science of education). Henderson (1959) mengemukakan bahwa sains pendidikan pada dasar nya ingin menyumbangkan pengetahuan yang diperoleh melalui eksperimen ,analisis, pengukuran, perhitungan,klasifikasi, dan perbandingan.
Sains pendidikan menghasilkan ilmu pendidikan sebagai terapan dari sains dasarnya. Misalnya sosiologi pendidikan,merupakan terapan dari sosiologi untuk menelaah masalah-masalah pendidikan ; psikologi pendidikan merupakan terapan dari psikologi untuk menelaah dan memecahkan masalah-masalah pendidikan.Pendekatan sains ingin menelaah masalah-masalah pendidikan secara (Scientific) dan mempelajari proses-proses psikologi, sosiologis, sosiokultural, dan ekologis, karena akan mempengaruhi dan menentukan pendidikan.
karakteristik pendekatan sains
karakteristik pendekatan sains dapat dilihat dari tiga segi, yaitu objek pengkajian, tujuan pengkajian, dan metode kerja pengkajian.Objek pengkajian dalam sains pendidikan sangat terbatas, karena objeknya merupakan salah satu aspek dari pendidikan.Misalnya sosiologi pendidikan, ,sebagai salah satu bagian dari sains pendidikan, objek penyelidikannya trbatas pada faktor-faktor sosial dalam pendidikan, (proses sosial dalam pendidikan, dan pengawasan sosial dalam pendidikan).
Tujuan pengkajian sains pendidikan adalah untuk menggambarkan peristiwa-peristiwa yan terjadi dalam pendidikan. Mendeskripsikan dan menggambarkan pa yang terjadi dalam peristiwa pendidikan.karakteistik seperti itu disebut deskriptif atau deskriptif analisis,yaitu menggambarkan secara rinci tentang unsur-unsur dari aspek pendidikan yang menjadi objek penyelidiknya.
Metode kerja pengkajian sains dalam pendidikan, ialah dengan menggunakan metode sains (yang lebih dikenal dengan metode ilmiah) yaitu dengan cara induktif. Teori pendidikan dengan metode induktif berasal dari fakta-fakta khusus, fakta empiris pendidikan, dianalisis dan diverifikasi, kemudian ditarik suatu kesimpulan/generalisasi sebagai teori pendidikan. Mereka yang menggunakan cara kerja induktif, melihat teori pendidikan sebagai sains, dimana hasilnya disebut sains pendidikan (science of education).
Metode sains merupakan prosedur kerja yang terencana dan cermat, melalui pengalaman, dengan menggunakankerangka pemikiran tertentu. Dengan demikian sains pendidikan menggunakan kajian empiris logis, yaitu suatu pengkajian yang bersumber pada data empiris yang diperoleh dengan melakukan penelitian yang cermat dan menggunakan berbagai metode/cara yang logis menurut aturan-aturan tertntu.
Jenis-jenis sains pendidikan
Sosiologi pendidikan
Merupakan cabang sains pendidikan, sebagai aplikasi dari sosiologi dalam kajjian pendidikan, aplikasi dari hasil-hasil penelitian dalam sosiologi. Terminologi-terminologi atau istilah-istilah yang muncul adalah istilah-istilah yang berasal dari sosiologi, misalnya struktur sosial pendidikan ,perubahan sosial dalam pendidikan,mobilitas sosial pendidikan dan sebagainya. Sosiologi pendidikan berangkat dari asumsi bahwa pendidikan merupakan organisasi sosial, sehingga objek penyelidikan adalah faktor-faktor sosil dalam pendidikan.
Psikologi pendidikan
Merupakan cabang sains pendidikan, sebagai aplikasi dari sosiologi dalam kajjian pendidikan, sangat dipemgaruhi oleh perkembangan dan hasil-hasil penelitian dalam psikologi. Terminologi-terminologi atau istilah-istilah yang dipergunakan sudah barang tentu istilah-istilah yang berasal dari psikologi, misalnya motivasi belajar,minat,instink. Psikologi pendidikan bertolak dari asumsi bahwa pendidikan merupakan perubahan prilaku individu. Jadi, objek penelitian dalam psikologi pendidikan adalah perilaku individu dalam belajar.
Administrasi pendidikan
Merupakan cabang sains pendidikan, sebagai aplikasi dari ilmu manajemen, dipengaruhi dan bersumber dari hasil penelitian dalam bidang manajemen, dipengaruhi dan bersumber dari hasil penelitian dalam bidang manajemen. Terminologi yang dipergunakan sudah barang tentu istilah yang biasa dipergunakan dalam bidang manajemen,seperti planning,supervisi,kontrol, dan sebagainya. Administrasi pendidikan bertolak dari asumsi bahwa pendidikan adalah usaha pendayagunaan sumber yang tersedia secara efektif, dan efisien. Yang menjadi objek utama penelitian administrasi pendidikan adalah pengelolaan atau pengaturan sumber daya manusia dan bukan manusia, agar individu dapat belajar efektif dan efisien.
Teknologi pendidikan
Merupakan cabang sains pendidikan, sebagai aplikasi dari sains dan teknologi, sangat dipengaruhi oleh perkembangan dan dan hasil penelitian dalam bidang teknologi. Teknologi pendidikan antara lain bertolak dari asumsi bahwa pendidikan merupakan aspek metodologi dan teknik belajar mengajar dan efisien.
Evaluasi pendidikan
Merupakan cabang sains pendidikan, sebagai aplikasi dari psikologi pendidikan dan statistik. Jadi, banyak dipengaruhi oleh hasil perkembangan dan penelitian dalam psikologi pendidikan dan statistik. Evaluasi pendidikan berasal dari asumsi bahwa pendidikan merupakan persoalan untuk menentukan tingkat keberhasilan pendidikan.
Cabang-cabang lain
Yang termasuk sains pendidikan adalah ekonomi pendidikan, pendidikan kependudukan, ekologi pendidikan, bimbingan penyuluhan pendidikan, pengembangan kurikulum, perencanaan pendidikan, evaluasi sistem pendidikan.
2. Pendekatan Filosofis
Pendekatan filosofi terhadap pendidikan adalah suatu pendekatan untuk menelaah dan memecahkan masalah-masalah pendidikan dengan menggunakan metode filsafat. Pengetahuan atau teori pendidikan yang dihasilkan dengan pendekatan filosofis disebut filsafat oendidikan. Menurut Henderson (1959), filsafat pendidikan adalah filsafat yang diterapkan/diaplikasikan untuk memecahkan dan memecahkan masalah-masalah pendidikan.
Cara kerja dan hasil-hasil filsafat dapat dipergunakan untuk membantu memecahkan masalah dalam hidup dan kehidupan,dimana pendidikan merupakan salah satu kebutuhan penting dari kehidupan manusia. Pendidikan membutuhkan filsafat, karena masalah pendidikan tidak hanya menyangkut pelaksanaan pendidikan semata, yang hanya terbatas pada pengalaman. Dalam pendidikan akan muncul masalah-masalah yang lebih luas, kompleks dan lebih mendalam, yang tidak terbatas oleh pengalaman inderawi maupun fakta-fakta faktual, yang tidak mungkin dapat dijangkau oleh sains pendidikan (science of education). Masalah-masalah tersebut diantaranya adalah tujuan pendidikan yang bersumber dari tujuan hidup manusia dan nilai sebagai pandangan hidup. Nilai dan tujuan hidup memang merupakan fakta, namun pembahasannya tidak bisa dengan menggunakan cara-cara yang dilakukan oleh sains, melainkan diperlukan suatu perenungan yang lebih mendalam.
Filsafat dalam pendidikan dilakukan melalui metode berfikir yang radikal, sistematis dan menyeluruh tentang pendidikan, yang dapat dikelompokkan ke dalam tiga model yaitu :
Model filsafat spekulatif
Filsafat spekulatif adalah cara berfikir sistematis tentang segala yang ada, merenungkan secara rasional-spekulatif seluruh persoalan manusia dengan segala yang ada di jagat raya ini dengan asumsi manusia memliki kekuatan intelektual yang sangat tinggi dan berusaha mencari dan menemukan hubungan dalam keseluruhan alam berfikir dan keseluruhan pengalaman.
Model filsafat preskriptif
Filsafat preskriptif berusaha untuk menghasilkan suatu ukuran (standar) penilaian tentang nilai-nilai, penilaian tentang perbuatan manusia, penilaian tentang seni, menguji apa yang disebut baik dan jahat, benar dan salah, bagus dan jelek. Nilai suatu benda pada dasarnya inherent dalam dirinya, atau hanya merupakan gambaran dari fikiran kita. Dalam konteks pendidikan, filsafat preskriptif memberi resep tentang perbuatan atau perilaku manusia yang bermanfaat.
Model filsafat analitik.
Filsafat analitik memusatkan pemikirannya pada kata-kata, istilah-istilah, dan pengertian-pengertian dalam bahasa, menguji suatu ide atau gagasan untuk menjernihkan dan menjelaskan istilah-istilah yang dipergunakan secara hati dan cenderung untuk tidak membangun suatu mazhab dalam sistem berfikir (disarikan dari Uyoh Sadulloh, 1994)
Tujuan pendidikan senantiasa berhubungan langsung dengan tujuan hidup dan pandangan hidup individu maupun masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan. Pendidikan tidak dapat dipahami sepenuhnya tanpa memahami tujuan akhirnya, sehingga hanya tujuanlah yang dapat ditentukan terleih dahulu dalam pendidikan. Tujuan pendidikan tersebut perlu dipahami dalam kerangka hubunganmya dengan tujuan hidup tersebut, baik yang berkaitan dengan tujuan hidup individu maupun kelompo. Si terdidik maupun pendidik secara pribadi memiliki tujuan dan pandangan hidup sendiri, dan sebagai masyarakat atau warga negara memiliki tujuan hidup bersama.
Karakteristik pendekatan filosofis
Karakteristik pendekatan filosofis, seperti halnya pendekatan sains, dapat dilihat dari objek pengkajian, tujuan pengkajian, dan metode kerja pengkajian. Objek pengkajian pendidikan dengan menggunakan pendekatan filosofi, adalah semua aspek pendidikan tidak terbatas pada salah satu aspek saja. Seluruh aspek pendidikan seperti tujuan pendidikan, isi pendidikan, metode pendidi, anak didik, keluarga, masyarakat merupakan kajian yang komprehensif dari pengkajian filosofi. Pengkajian seperti ini disebut pengkajian sinopsis, yaitu suatu pengkajian yang bersifat merangkum atau mencakup semua aspek pendidikan.
Tujuan akhir suatu pengkajian filosofi dalam pendidikan adalah merumuskan apa dan bagaimana seharusnya tentang pendidikan. Kajian filosofi berusaha merumuskan apa yang dimaksud dengan pendidikan, bagaimana seharusnya tujuan pendidikan, bagaimana seharusnya kujrikulum dirumuskan/disusun. Pengkajian seperti itu disebut pengkajian normatif, karena berkaitan dedngan norma-norma, nilai-nilai yang berlaku dalam kehidupan manusia,sehingga pengkajian tersebut harus sampai pada suatu rumusan, apa yang seharusnya terjadi dalam pendidikan yang berlangsung dalam kehidupan.
Metode pengkajian filosofi adalah melalui kajian rasional yang mendalam tentang pendidikan dengan mengggunakansemua pengalaman manusia dan kemanusiaaannya. Oleh karena itu pengalaman kemanusiaan seseorang dapat diterapkan dalam menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan.
3. Pendekatan Religi
Pendekata religi terhadap pendidikan, berarti bahwa suatu ajaran religi dijadikan sumber inspirasi untuk menyusun teori atau konsep-konsep pendidikan yang dapat dijadikan landasan untuk melaksanakan pendidikan. Ajaran religi yang berisikan kepercayaan dan nilai-nilai dalam kehidupan, dapat dijadikan sumber dalam menentukan tujuan pendidikan, materi pendidikan, metode, bahkan sampai pada jenis-jenis pendidikan.
Cara kerja pendekatan religi berbeda dengan pendekatan sains maupun filsafat dimana cara kerjanya bertumpukan sepenuhnya kepada akal atau ratio, dalam pendekatan religi, titik tolaknya adalah keyakinan (keimanan). Pendekatan religi menuntut orang meyakini dulu terhadap segala sesuatu yang diajarkan dalam agama, baru kemudian mengerti, bukan sebaliknya.
Sementara itu, Ahmad Tafsir (1992) merumuskan tentang tujuan umum pendidikan Islam yaitu muslim yang sempurna dengan ciri-ciri : (1) memiliki jasmani yang sehat, kuat dan berketerampilan; (2) memiliki kecerdasan dan kepandaian dalam arti mampu menyelesaikan secara cepat dan tepat; mampu menyelesaikan secara ilmiah dan filosofis; memiliki dan mengembangkan sains; memiliki dan mengembangkan filsafat dan (3) memiliki hati yang takwa kepada Allah SWT, dengan sukarela melaksanakan perintah Allah SWT dan menjauhi larangannya dan hati memiliki hati yang berkemampuan dengan alam gaib.
Dalam teori pendidikan Islam, dibicarakan pula tentang hal-hal yang berkaitan dengan substansi pendidikan lainnya, seperti tentang sosok guru yang islami, proses pembelajaran dan penilaian yang islami, dan sebagainya.
Metode yang dipergunakan dalam menyusun teori/konsep pendidikan adalah tesis deduktif. Dikatakan tesis, karena berolak dari dalil-dalil atau aksioma-aksioma agama yang tidak dapay kita tolak kebenarannya. Dikatakan deduktif, karena teori pendidikan disusun dari prinsip-prinsip yang berlaku umum, diterapkan untuk memikirkan masalah-masalah khusus. Ajaran agama yang berlaku umum dijadikan sebagai pangkal untuk memikirkan prinsip-prinsip pendidikan yang khusus.
Sebagai contoh, teori pendidikan islam akan berangkat dari aAl-Qur’an, sehingga ayat-ayat Al-Qur’an akan dijadikan landasan dalam keseluruhan sistem pendiikan. Abdur Rahman Shalih Abdullah (1991) membandingkan teori pendidikan islam dengan teori sains. Ia mengatakan bahwa teori sains bersifat deskrtiptif dapat membantu para pendidik tidak dipungkiri. Tetapi, tidak mungkin dapat menjadi paradigma bagi teori pendidikan, karena dalam pendidikan, teori tidak sekedar menerangkan bagaimana atau mengapa sesuatu peristiwa terjadi. Fungsi teori dalam pendidikan adalah menjadi petunjuk prilaku peserta didik. Dalam pendidikan islam, nilai-nilai Qurani merupakan pembentuk elemen dasar kurikulum, dan sekolah berkepentingan membawa sisiwa-siswanya agar sesuai dengan nilai-nilai tersebut. Praktik prilaku harus dinilai para pendidik, dan pemberian nilai tidak bisa dibatasi pada penemuan-penemuan ilmiah.
Lebih jauh Shahih Abdullah mengemukakan bahwa, jika kita menerima teori sains sebagai paradigma bagi pendidikan, berarti kita harus meninggalkan seluruh fakta-fakta metafisik (gaib) Al-Qur’an. Sains hanya berkepentingan dengan fakta-fakta yang dapat dilihat. Sains tidak mampu menyentuh elemen-elemen yang tidak dapat diobservasi dan diukur. Indera dan rasa bukan satu-satunya alat untuk memperoleh pengetahuan. Al-Qur’an merupakan “kitab wahyu” dari Allah, dan sains tidak akan mampu untuk mengujinya secara empiris, dan secara keseluruhan. Syrat Al-Baqarah ayat 3 yang mengungkapkan keyakinan orang mukmin terhadap segala yang gaib, mendahului referensi terhadap perilaku yang dapat diobservasi. Orang mukmin menerima sistem etika islam yang bersumber dari Al-Qur’an, karena datang dari Allah Yang Maha Gaib yang diyakininya sebagai sistem etika terbaik, bukan hasil temuan empiris, bukan hasil eksperimentasi sains.
Teori pendidikan islam merupakan teori yang terintegratif yang berdasarkan pada prinsip-prinsip Qurani. Teori npendidikan islam tidak akan bertentangan dengan hasil-hasil sains, bahkan dapat menerima dan memanfaatkan bagian-bagian dari sains bagi pelaksanaan operasional pendidikan. Dalam hubungan ini Shalih Abdullah mengemukakan : “ Jika prinsip-prinsip yang diderivasi dari bidang-bidang ilmu lain diadopsi kedalam pandangan nurani, maka tiada bakal muncul kontradiksi antara apa yang diajarkan mengenai penciptaan manusia pertama dimuka bumi dengan apa yang diajarkan biologi. Karena seluruh prinsip terkait erat, teor pendidikan islam dapat digambarkaaan sebagai teori yang terintegrasi, dimana prinsip-prinsip Quran membentuk intinya. Disebabkan Al-Qur’an mengandung satu kesatuan pandangan tentang manusia dan alam, teori pendidikan yang berdasar kepadanya harus pula begitu” .
Al-Qur’an memberikan landasan pemikiran yang berkaitan dengan manusia, siapa manusia, dari mana manusia, dan mau kemana manusia, serta harus bagaimana manusia berbuat dalam kehidupan didiunia ini. Dalam hal ini, Al-Qur’an m enyediakan lapangan yang komprehensif universal tentang landasan dan tujuan hidup manusia, yang saaangat bermanfaat bagi paraahli pendidikan untuk menyusun dasar dan tujuan pendidikan yang luas dan umum sifatnya. Untuk mengklasifikasikan tujuan tersebut pada tujuan-tujuan yang lebih khusus, dan materi apa yang cocok pada tiap timgkat sains, seperti hasil temuandalam psikologi, sosiologi, sains-sains fisik, dan cabang-cabang sains lain. Teori pendidikan dengan pendekatan religi hanya akan diikuti oleh kelompoknya, atau para penganutnya yang sudah meyakini dan mengimani kebenaran ajaran religi tersebut.
4. Pendekatan Multidisiplin
Untuk menghasilkan suatu konsep yang komprehensif dan menyeluruh dalam empelajari pendidikan tidak bisa hanya dengan menggunakan salah satu pendekatan atau disiplin saja. Misalnya kita hanya menggunakan psikologi, sosiologi, filsafat, atau hanya dengan pendekatan religi. Pendidikan yang memiliki lapangan yang sangat luas, menyangkut semua pengalaman dan pemikiran manusia tentang pendidikan tidak mungkin kalau hanya dilihat dari salah satu aspek, atau dari salah satu kajian salah.
Jadi, pendekatan yang perlu kita lakukan adalah pendekatan yang menyeluruh (pendekatan holistik), pendekatan multidisiplin yang terpadau. Pendekatan filosofi, pendekatan sains, pendekatan religi, dan mungkin pendekatan seni, kita pergunakan secara terpadu tidak berdiri masing-masing secara terpisah. Antara pendekatan yang satu dengan pendekatan yang lainnya harus memiliki hubungan komplementer, saling memiliki satu dengan yang lainnya.
FILOSOFI PENDIDIKAN
Filosofi pendidikan merupakan foundasi yang dibentuk untuk menjadi dasar dari pendidikan itu sendiri. Pendidikan akan berjalan sesuai dengan dasar yang telah dipilih. Filosofi pendidikan seharusnya berpusat kepada Sang Pencipta.
Filosofi Pendidikan DiMasyarakat
Vygotsky (dalam Miller, 1999) dalam perkembangan dan adaptasi manusia dalam lingkungan tempat tinggalnya, fungsi kognisi manusia berperan di dalamnya. Pengendaliankognisi manusia ini diatur dalam suatu fungsi mental yang disebut sebagai higher mentalfunction. Higher mental function ini berkembang melalui proses internalisasi, dimana hal-ha lyang ada di luar individu menjadi bagian dari individu itu sendiri. Hal yang diinternalisasioleh manusia adalah sesuatu yang dibutuhkan untuk hidup dan internalisasi ini mampu terjadibila individu di masa awal hidupnya mendapatkan guidance dari orang-orang di sekitarnya.Guidance inilah yang termanifestasikan dalam pendidikan.
Manusia merupakan makhluk budaya dan makhluk sosial selalu membutuhkan bantuan orang lain dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, baik berupa jasmaniah (segi-segi ekonomis) maupun rohani (segi spiritual) maka manusia dalam interaksi dan interdependensinya harus berpedoman pada nilai-nilai kehidupan sosial yang terbina dengan baik dan selaras.
Dalam Pendidikan manusia sebagai subjek pendidikan (siap untuk mendidik) dan sebagai objek pendidikan (siap untuk dididik). Berhasil atau tidaknya usaha pendidikan tergantung pada jelas atau tidaknya tujuan pendidikan. Di Indonesia tujuan pendidikan berlandaskan pada filsafat hidup bangsa Indonesia yaitu Pancasila. Filosofi pendidikan pancasila: usaha-usaha pendidikan dalam keluarga, masyarakat, sekolah dan perguruan tinggi.
Dengan demikian, pendidikan adalah proses internalisasi budaya kedalam diri seseorang dan membuat orang jadi beradab. Pendidikan bukan merupakan sarana transferilmu pengetahuan saja, tetapi lebih luas lagi yaitu sebagai sarana pembudayaan dan penyaluran nilai (enkulturisasi dan sosialisasi). Anak harus mendapatkan pendidikan yangmenyentuh dimensi dasar kemanusiaan.
Dimensi kemanusiaan itu mencakup tiga hal paling mendasar, yaitu:
Afektif yang tercermin pada kualitas keimanan, ketakwaan, akhlak muliatermasuk budi pekerti luhur serta kepribadian unggul, dan kompetensi estetis.
Kognitif yang tercermin pada kapasitas pikir dan daya intelektualitas untuk menggali danmengembangkan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.
Psikomotorik yang tercermin pada kemampuan mengembangkan keterampilan teknis, kecakapan praktis,dan kompetensi kinestetis.
Dalam rangka mengembangkan sifat sosial, manusia selalu menghadapi masalah-masalah sosial yang berkaitan dengan nilai-nilai (Ahmadi, 1990:12). Nilai-nilai itu merupakan faktor internal dengan hubungan antar sosial tersebut, sebagaimana dikatakan Celcius, ubi societas, ibiius “di mana ada suatu masyarakat, disana pasti ada hukum”. Dengan kata lain, sebagaimana pandangan aliran progressivisme, nilai itu timbul dengan sendirinya, tetapi ada faktor-faktor lain dari masyarakat saat nilai itu timbul (Muhammad Noor Syam, 1986:127). Sehingga Nilai akan selalu muncul apabila manusia mengadakan hubungan sosial dan bermasyarakat dengan manusia lain. Hal ini sesuai dengan aliran progressivisme bahwa “masyarakat menjadi wadah nilai-nilai”.
Latar belakang beragamnya nilai yang berlaku pada mayarakat yaitu :
Manusia berhubungan dengan sesama dan alam semesta
(habl min al-nasional wa habl min al-alam)
Tidak mungkin melakukan sikap yang netral
Karena watak dasar manusia (watak manusiawi) :
kecenderungan untuk cinta, benci, simpati, dll.
Melakukan suatu penilaian
Bentuk penilaian manusia ada 2 yaitu :
Berdasarkan asas-asas objektif rasional
Subjektif emosional
Secara Umum Segala sesuatu dalam alam raya ini bernilai (cakupan tidak terbatas) aksiologi. Perkembangan penyelidikan ilmu pengetahuan tentang nilai menyebabkan beragam pandangan manusia tentang nilai-nilai. Begitu juga sejarah peradaban manusia mengenai masalah nilai, masih merupakan problem, meskipun selama itu pula manusia tetap tidak dapat mengingkari efektivitas nilai-nilai di dalam kehidupannya. Hal ini dipertajam oleh kaum penganut sofisme, dengan tokohnya Pitagoras (481-441 SM), berpendapat bahwa nilai bersifat relatif tergantung pada waktu (Imam Barnadib, 1987: 133). Sedangkan menurut idealisme, nilai itu bersifat normatif dan objektif serta berlaku umum saat mempunyai hubungan dengan kualitas baik dan buruk. Dapat disimpulkan bahwa nilai itu merupakan hasil dari kreativitas manusia dalam rangka melakukan kegiatan sosial, baik itu berupa cinta, simpati, dan lain-lain.
Nilai merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan subjek manusia. Sesuatu dianggap bernilai jika pribadi atau kelompok manusia itu merasa sesuatu itu bernilai. Dengan demikian, lepas dari perbedaan nilai, baik objektif maupun subjektif, tujuan adanya nilai adalah menuju kebaikan dan keluhuran manusia.
Brubecher membedakan nilai menjadi 2 bagian yaitu :
Nilai intrinsik (nilai yang dianggap baik yang ada di dalam dirinya sendiri)
Nilai instrumental (nilai yang dianggap baik, karena bernilai untuk orang lain)
Tingkat perkembangan nilai menurut Auguste Comte:
(1) tingkat teologis
(2) tingkat metafisik
(3) tingkat positif, yaitu apabila manusia telah menguasai pengetahuan eksakta.
Menurut Muhammad Noor Syam, pendidikan secara praktis tak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai, terutama yang meliputi kualitas kecerdasan, nilai ilmiah, nilai moral, dan nilai agama yang kesemuanya tersimpul dalam tujuan pendidikan, yakni membina kepribadian ideal.
Untuk menetapkan tujuan pendidikan dasar, harus melalui beberapa pendekatan, seperti :
Pendekatan melalui analisis historis lembaga-lembaga sosial,
Pendekatan melalui analisis ilmiah tentang realita kehidupan aktual,
Pendekatan melalui nilai-nilai filsafat yang normatif (normative philosophy).
Menurut Aristoteles, tujuan pendidikan hendaknya dirumuskan dengan tujuan didirikannya suatu negara (Rapar, 1988:40).
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa nilai pendidikan bisa dilihat dari tujuan pendidikan yang ada. Sebagai contoh, tujuan pendidikan bangsa Indonesia dalam Bab II Pasal 3 UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah “Bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani-rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan“.
Memang keadaan masyarakat dapat diukur melalui pendidikan. Karena itu, kebobrokan masyarakat takkan dapat diperbaiki dengan cara apa pun kecuali dengan pendidikan (Plato).
Fungsi dan tanggung jawab mendidik dalam masyarakat merupakan kewajiban setiap warga masyarakat. Setiap warga masyarakat sadar akan nilai dan peranan pendidikan bagi generasi muda, khususnya anak-anak dalam lingkungan keluarga sendiri. Secara kodrati, apa pun namanya, tiap orang tua merasa berkepentingan dan berharap supaya anak-anaknya menjadi manusia yang mampu berdiri sendiri. Oleh karena itu, kewajiban mendidik ini merupakan panggilan sebagai moral tiap manusia.
Oleh karena itulah, dalam pendidikan, seorang guru harus mempunyai asas-asas umum yang universal yang dapat dipandang sebagai prinsip umum, seperti:
Melaksanakan kewajiban dasar good will atau ikhtikad baik, dengan kesadaran pengabdian.
Memperlakukan siapapun, anak didik sebagai satu pribadi yang sama dengan pribadinya sendiri.
Menghormati perasaan setiap orang.
Selalu berusaha menyumbangkan ide-ide, konsepsi-konsepsi dan karya-karya (ilmiah) demi kemajuan bidang kewajibannya.
Akan menerima haknya semata-mata sebagai satu kehormatan.
Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa. Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan system terbuka dan multimakna. Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran. Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat.Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.
Warga negara, orang tua, masyarakat pemerintah, dan pemerintah daerah merupakan komponen yang bertanggung jawab dalam terselenggaranya pendidikan nasional, sehingga hak dan kewajiban yang dimiliki saling melengkapi satu dengan yang lain. Hal tersebut terdapat kemiripan dengan filsafat pendidikan pendidikan advent.
Peran serta masyarakat dalam pendidikan yaitu :
Pendidikan Berbasis Masyarakat
Pendidikan dari, oleh dan untuk masyarakat, sehingga masyarakat dapat ikut dalam menentukan tujuan pendidikan, melakukan pengawasan pengelolaan penddidikan melalui dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah.
Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah/Madrasah
Mengingat Sekolah itu berada di tengah-masyarakat dan kita ingin mencari dukungan dari masyarakat, dalam arti secara singkatnya pendidikan itu dari masyarakat untuk masyarakat, maka untuk membentuk suatu sekolah yang ideal tentu kita harus menggali kebutuhan apa saja yang sesuai dengan lingkungan masyarakat setempat itu sendiri. Pengertian tempat lingkungan itu bukanlah mempunyai arti yang sempit, tetapi dalam arti seluruh lingkungan masyarakat yang luas yang bisa berinteraksi dengan pendidikan tersebut.
Dalam mewujudkan pendidikan yang ideal tentu tidak terlepas dari pendidikan itu merupakan Spesialisasi tersendiri yang asalnya dari Pendidikan Keluarga ke Pendidikan Sekolah. Oleh sebab itu segala sarana dan prasarana sekolah tersebut harus mendukung untuk tercapainya hasil output yang sesuai dengan yang diharapkan.
Cara membentuk sekolah yang ideal dalam pandangan Filsafat Pendidikan yaitu :
Sekolah itu adalah Amanat Masyarakat, Oleh sebab itu untuk menarik atau agar diminati masyarakat, maka perlu menggali hal-hal yang dibutuhkan oleh mesyaratk itu sendiri.
Pendidikan itu merupakan spesialisasi tersendiri yang asalnya dari pendidikan keluarga ke pendidikan sekolah, oleh sebab itu perlu dipersiapkan sarana prasarana yang memadai dan menunjang demi tercapainya output seperti yang diharapkan.
Adanya methode dan kurikulum yang tepat sehingga sekolah tersebut sangat perlu dan mutlak dibutuhkan keberadaannya oleh masyarakat setempat pada khususnya dan masyarakat luas pada umumnya.
Dengan demikian, jelaslah bahwa beberapa hal yang merupakan faktor penunjang dari pembentukan sekolah yang ideal, disamping ada faktor-faktor lain yang menunjang.
Hakekat Masyarakat yakni :
Kehidupan masyarakat berlandaskan sistem nilai-nilai keagamaan, sosial dan budaya yang dianut warga masyarakat ; sebagian daripada nilai-nilai tersebut bersifat lestari dan sebagian lagi terus berubah sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi.
Masyarakat merupakan sumber nilai-nilai yang memberikan arah normative kepada pendidikan.
Kehidupan bermasyarakat ditingkatkan kualitasnya oleh insane-insan yang berhasil mengembangkan dirinya melalui pendidikan.
Filosofi Kurikulum Pendidikan
Kurikulum merupakan bagian dari sistem pendidikan yang tidak bisa dipisahkan dengan komponen sistem lainnya. Tanpa Kurikulum suatu sistem pendidikan tidak dapat dikatakan sebagai sistem pendidikan yang sempurna. Ia merupan ruh (spirit) yang menjadi gerak dinamik suatu sistem pendidikan, Ia juga merupakan sebuah idea vital yang menjadi landasan bagi terselenggaranya pendidikan yang baik. Bahkan, kurikulum seringkali menjadi tolok ukur bagi kualitas dan penyelenggaraan pendidikan. Baik buruknya kurikulum akan sangat menentukan terhadap baik buruknya kualitas output pendidiksan, dalam hal ini, peserta didik.
Dalam kedudukannya yang strategis, kurikulum memiliki fungsi holistik dalam dunia pendidikan; Ia memiliki peran dan fungsi sebagai wahana dan media konservasi, internalisasi, kristalisasi dan transformasi ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan nilai-nilai kehidupan ummat manusia. Kurikulum, juga merupakan perwujudan penerapan teori baik yang terkait dengan bidang studi maupun yang terkait dengan konsep, penentuan, pengembangan desain, implementasi, dan evaluasiya. Oleh karna itu, ia merupakan rencana pengajaran dan sistem yang berisi tujuan yang ingin dicapai, bahan yang akan disajikan, kegiatan pengajaran, alat-alat pengajaran, dan jadwal waktu pengajaran. Sebagai suatu sistem kurikulum merupakan bagian dari sistem organisasi sekolah yang menyangkut penentuan kebijakan kurikulum, susunan personalia dan prosedur pengembangannya, penerapan, evaluasi dan penyempurnaannya (Saodih, 2008:4-7).
Kurikulum sebagai rancangan pendidikan, mempunyai kedudukan sentral; menentukan kegiatan dan hasil pendidikan. Penyusunannya memerlukan fondasi yang kuat, didasarkan atas hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Kurikulum yang lemah akan mengahasilkan manusia yang lemah pula.
Kajian Kurikulum Istilah “Kurikulum” memiliki berbagai tafsiran yang dirumuskan oleh pakar-pakar dalam bidang pengembangan kurikulum sejak dulu sampai dewasa ini. Tafsiran-tafsiran tersebut berbeda-beda satu dengan yang lainnya, sesuai dengan titik berat inti dan pandangan dari pakar yang bersangkutan. Istilah kurikulum berasal dari bahas latin, yakni “Curriculae”, artinya jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari. Pada waktu itu, pengertian kurikulum ialah jangka waktu pendidikan yang harus ditempuh oleh siswa yang bertujuan untuk memperoleh ijazah. Dengan menempuh suatu kurikulum, siswa dapat memperoleh ijazah. Dalam hal ini, ijazah pada hakikatnya merupakan suatu bukti , bahwa siswa telah menempuh kurikulum yang berupa rencana pelajaran, sebagaimana halnya seorang pelari telah menempuh suatu jarak antara satu tempat ketempat lainnya dan akhirnya mencapai finish. Dengan kata lain, suatukurikulum dianggap sebagai jembatan yang sangat penting untuk mencapai titik akhir dari suatu perjalanan dan ditandai oleh perolehan suatu ijazah tertentu.
Di Indonesia istilah “kurikulum” boleh dikatakan baru menjadi populer sejak tahun lima puluhan, yang dipopulerkan oleh mereka yang memperoleh pendidikan di AmerikaSerikat. Kini istilah itu telah dikenal orang di luar pendidikan. Sebelumnya yang lazim digunakan adalah “rencana pelajaran” pada hakikatnya kurikulum sama sama artinya dengan rencana pelajaran.
Beberapa tafsiran lainnya dikemukakan sebagai berikut ini :
Kurikulum memuat isi dan materi pelajaran.
Kurikulum ialah sejumlah mata ajaranyang harus ditempuh dan dipelajari oleh siswa untuk memperoleh sejumlah pengetahuan. Mata ajaran (subject matter) dipandang sebagai pengalaman orang tua atau orang-orang pandai masa lampau, yang telah disusun secara sistematis dan logis. Mata ajaran tersebut mengisis materi pelajaran yang disampaikan kepada siswa, sehingga memperoleh sejumlah ilmu pengetahuan yang berguna baginya.
Kurikulum sebagai rencana pembelajaran.
Kurikulum adalah suatu program pendidikan yang disediakan untuk membelajarkan siswa. Dengan program itu para siswa melakukan berbagai kegiatan belajar, sehingga terjadi perubahan dan perkembangan tingkah laku siswa, sesuai dengan tujuan pendidikan dan pembelajaran. Dengan kata la in, sekolah menyediakan lingkungan bagi siswa yang memberikan kesempatan belajar. Itu sebabnya, suatu kurikulum harus disusun sedemikian rupa agar maksud tersebut dapat tercapai. Kurikulum tidak terbatas pada sejumlah mata pelajaran saja, melainkan meliputi segala sesuatu yang dapat mempengaruhi perkembangan siswa, seperti: bangunan sekolah, alat pelajaran, perlengkapan, perpustakaan, gambar-gambar, halaman sekolah, dan lain-lain; yang pada gilirannya menyediakan kemungkinanbelajar secara efektif. Semua kesempatan dan kegiatan yang akan dan perlu dilakukan oleh siswa direncanakan dalam suatu kurikulum.
Kurikulum sebagai pengalaman belajar.
kurikulum merupakan serangkaian pengalaman belajar.Salah satu pendukung dari pengalaman ini menyatakan sebagai berikut:“Curriculum is interpreted to mean all of the organized courses, activities, and experiences which pupils have under direction of the school, whether in the classroom or not (Romine, 1945,h. 14).”
Pengertian itu menunjukan, bahwa kegiatan-kegiatan kurikulum tidak terbatas dalam ruang kelas saja, melainkan mencakup juga kegiatan-kegiatan diluar kelas. Tidak ada pemisahan yang tegas antara intra dan ekstra kurikulum. Semua kegiatan yang memberikan pengalaman belajar/pendidikan bagi siswa pada hakikatnya adalah kurikulum.Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. (Undang-Undang No.20 TH. 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional).
Kurikulum pendidikan tinggi adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi maupun bahan kajian dan pelajaran serta cara penyampaian dan penilaiannya yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar di perguruan tinggi. (Pasal 1 Butir 6 Kemendiknas No.232/U/2000 tentang Pedoman PenyusunanKurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa).
Kurikulum adalah serangkaian mata ajar dan pengalaman belajar yang mempunyai tujuan tertentu, yang diajarkan dengan cara tertentu dan kemudian dilakukan evaluasi. (Badan Standardisasi Nasional SIN 19-7057-2004 tentang Kurikulum Pelatihan Hiperkes dan Keselamatan Kerja Bagi Dokter Perusahaan).
Dari berbagai macam pengertian kurikulum diatas kita dapat menarik garis besar pengertian kurikulum yaitu:Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatanpembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Kurikulum merupakan inti dari bidang pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap seluruh kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya kurikulum dalam pendidikan dankehidupan manusia, maka penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Penyusunan kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Penyusunan kurikulum yang tidak didasarkan pada landasan yang kuat dapat berakibat fatal terhadapkegagalan pendidikan itu sendiri. Dengan sendirinya, akan berkibat pula terhadapkegagalan proses pengembangan manusia.Kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi serta kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang masing-masing satuan pendidikan.
Pengembangan kurikulum berlandaskan faktor-faktor sebagai berikut:
Tujuan filsafat dan pendidikan nasional yang dijadikan sebagai dasar untuk merumuskan tujuan institusional yang pada gilirannya menjadi landasan dalam merumuskan tujuan kurikulum suatu satuan pendidikan.
Sosial budaya dan agama yang berlaku dalam masyarakat kita.
Perkembangan peserta didik, yang menunjuk pada karekteristik perkembangan peserta didik
Keadaan lingkungan, yang dalam arti luas meliputi lingkungan manusiawi (interpersonal), lingkungan kebudayaan termasuk iptek (kultural), dan lingkungan hidup (bioekologi), serta lingkungan alam (geoekologis).
Kebutuhan pembangunan, yang mencakup kebutuhan pembangunan di bidang ekonomi, kesejahteraan rakyat, hukum, hankam, dan sebagainya.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang sesuai dengan sistem nilai dan kemanusiawian serta budaya bangsa.
Keenam faktor tersebut saling kait-mengait antara satu dengan yang lainnya, filsafat dan tujuan pendidikanFilsafat pendidikan mengandung nilai-nilai atau cita-cita masyarakat. Berdasarkan cita-cita tersebut terdapat landasan, mau dibawa kemana pendidikan anak. Dengan kata lain, filsafat pendidikan merupakan pandangan hidup masyarakat. Filsafatpendidikan menjadi landasan untuk merancang tujuan pendidikan, prinsip-prinsip pembelajaran, serta perangkat pengalaman belajar yang bersifat mendidik.
Filsafat pendidikan dipengeruhi oleh dua hal pokok, yakni :
Cita-cita masyarakat
Kebutuhan peserta didik yang hidup di masyarakat.Nilai-nilai filsafat pendidikan harus dilaksanakan dalam perilaku sehari-hari.
Hal ini menunjukkan pentingnya filsafat pendidikan sebagai landasan dalam rangka pengembangan kurikulum.Filsafat pendidikan sebagai sumber tujuan. Filsafat pendidikan mengandung nilai-nilai atau perbuatan seseorang atau masyarakat. Dalam filsafat pendidikan terkandung cita-cita tentang model manusia yang diharapakan sesuai dengan nilai-nilaiyang disetujui oleh individu dan masyarakat. Karena itu, filsafat pendidikan harus dirumuskan berdasarkan kriteria yang bersifat umum dan obyektif. Hopkin dalambukunya Interaction The democratic Process, mengemukakan kriteria antara lain:
Kejelasan, filsafat/keyakinan harus jelas dan tidak boleh meragukan.
Konsisten dengan kenyataan, berdasarkan penyelidikan yang akurat.
Konsisten dengan pengalaman, yang sesuai dengan kehidupan individu.
Sosial budaya dan agama yang berlaku di masyarakat Keadaan sosial budaya dan agama tidaklah terlepas dari kehidupan kita. Keadaan sosial budayalah yang sangat berpengaruh pada diri manusia, khususnya sebagai peserta didik. Sikap atau tingkah laku seseorang sebagian besar dipengaruhi oleh interaksi sosial yang membuat sseeorang untuk bertingkah laku yang sesuai dengan kondisi lingkungan dan masyarakat sekitar. Agama yang membatasi tingkah laku kitajuga sangat besar pengaruhnya dalam membuat suatu kurikulum.
Perkembangan Peserta didik yang menunjuk pada karateristik perkembangannyaSetiap peserta didik pasti mempunyai karateristik yang berbeda. Dengan keadaan peserta didik yang memiliki perbedaan dalam hal kemampuan beradaptasi atau dalanhal perkembangan, tentunya juga ikut ambil bagian dalam melandasi terwujudnya kurikulum yang sesuai dengan harapan. Kurikulum akan dibuat sedemikian rupa untukmengimbangi perkembangan peserta didiknya.
Kedaaan lingkungan Dalam arti yang luas, lingkungan merupakan suatu sistem yang disebut ekosistem,yang meliputi keseluruhan faktor lingkungan, yang tertuju pada peningkatan mutukehidupan di atas bumi ini.
Faktor-faktor dalam ekosistem itu, meliputi:
Lingkungan manusiawi/interpersonal
Lingkungan sosial budaya/kultural
Lingkungan biologis, yang meliputi flora dan fauna
Lingkungan geografis, seperti bumi, air, dan sebagainya.
Masing-masing faktor lingkungan memiliki sumber daya yang dapat digunakan sebagai modal atau kekuatan yang mempengaruhi pembangunan. Lingkungan manusiawi merupakan sumber daya menusia (SDM), baik dalam jumlah maupun dalam mutunya. Lingkungan sosial budaya merupakan sumber daya alam (SDA). Jadi ada tiga sumber daya alam(SDA). Jadi ada tiga sumber daya yang terkait erat dengan pembangunan yang berwawasan lingkungan.
Kebutuhan PembangunanTujuan pokok pembangunan adalah untuk menumbuhkan sikap dan tekad kemandirian manusia dan masyarakat Indonesia dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia untuk mewujudkan kesejahteraan lahir batin yang lebih selaras, adil dan merata. Keberhasilan pembangunan ditandai oleh terciptanya suatu masyarakat yang maju, mandiri dan sejahtera.
Untuk mencapai tujuan pembangunan tersebut, maka dilaksanakan proses pembangunanyang titik beratnya terletak pada pembangunan ekonomi yang seiring dan didukungoleh pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas, serta upaya-upaya pembangunan di sektor lainnya. Hal ini menunjuk pada kebutuhan pembangunan sesuai dengan sektor-sektor yang perlu dibangun itu sendiri, yang bidang-bidang industri,pertanian, tenaga kerja, perdagangan, transportasi, pertambangan, kehutanan, usaha nasional, pariwisata, pos dan telekomunikasi, koperasi, pembangunan daerah, kelautan, kedirgantaraan, keuangan, transmigrasi, energi dan lingkungan hidup (GBHN, 1993).Gambaran tentang proses dan tujuan pembangunan tersebut di atas sekaligus menggambarkan kebutuhan pembangunan secara kesuluruhan. Hal mana memberikan implikasitertentu terhadap pendidikan di perguruan tinggi. Dengan kata lain, penyelenggaraan pendidikan di perguruan tinggi harus disesuaikandan diarahkan pada upaya –upaya dan kebutuhan pembangunan, yang mencakup pembangunan ekonomi dan pengembangansumber daya manusia yang berkualitas. Penyelenggaraan pendidikan diarahkan untukmenyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan keilmuan dan keahlian, yang bersifat mendukung ketercapaian cita-cita nasional, yakni suatu masyarakat yang maju, mandiri, dan sejahtera.
Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan TekhnologiPembangunan didukung oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi dalam rangka mempercepat terwujudnya ketangguhan dan keunggulan bangsa. Dukungan iptek terhadap pembangunan dimaksudkan untuk memacu pembangunan menuju terwujudnya masyarakat mandiri, maju dan sejahtera. Untuk mencapai tujuan dan kemampuan-kemampuantersebut, maka ada tiga hal yang dijadikan sebagai dasar, yakni:
Pembangunan iptek harus berada dalam keseimbangan yang dinamis dan efektif dengan pembinaan sumber daya manusia, pengembangan sarana dan prasarana iptek, pelaksanaan penelitian dan pengembangan serta rekayasa dan produksi barang dan jasa.
Pembangunan iptek tertuju pada peningkatan kualitas, yakni untuk meningkatkankualitas kesejahteraan dan kehidupan bangsa.
Pembangunan iptek harus selaras (relevan) dengan nilai-nilai agama, nilai luhur budaya bangsa, kondisi sosial budaya, dan lingkungan hidup.
Pembangunan iptek harus berpijak pada upaya peningkatan produktivitas, efisiensi dan efektivitas penelitian dan pengembangan yang lebih tinggi.
Pembangunan iptek berdasarkan pada asas pemanfaatannya yang dapat memberikanpemecahan masalah konkret dalam pembangunan.Penguasaan, pemanfaatan, dan pengembangan ilmupengetahuan dan tekhnologi dilaksanakan oleh berbagai pihak, yakni:
Pemerintah, yang mengembangkan dan memanfaatkan iptek untuk menunjang pembangunan dalam segala bidang.
Masyarakat, yang memanfaatkan iptek itu untuk pengembangan masyarakat dan mengembangkannya secara swadaya.
Akademisis terutama di lingkungan perguruan tinggi, mengembangkan iptek untukdisumbangkan kepada pembangunan.
Pengusaha, untuk kepentingan meningkatan produktivitas.Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan empat landasan utama dalam pengembangan kurikulum, yaitu:
Filosofis ;
Psikologis;
Sosial-budaya;
Ilmu pengetahuan dan tekhnologi.
Filosofi Pendidikan Berbasis Fitrah Manusia
Pendidikan adalah sebuah proses yang tak berkesudahan yang sangat menentukan karakter bangsa pada masa kini dan masa datang, apakah suatu bangsa akan muncul sebagai bangsa pemenang, atau bangsa pecundang sangat tergantung pada kualitas pendidikan yang dapat membentuk karakter anak bangsa tersebut.
Dalam kamus umum bahasa Indonesia, karakter ialah tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain. Karakter satu bangsa sangat dipengaruhi oleh kultur dasar bangsa tersebut. Jepang memiliki kultur Bushido yang menekankan kesetiaan, kedisiplinan tinggi, dan semangat pantang menyerah. Persentuhan bangsa Eropa dengan Islam melalui Spanyol, Sisilia, dan Perang Salib pada abad ke 11M telah membentuk karakter bangsa Eropa menjadi bangsa pembelajar sehingga mampu menggali dan mengembangkan ilmu pengetahuan karya sarjana muslim di abad pertengahan, yang bermuara pada penguasaan mereka yang tinggi terhadap iptek hingga saat ini.
Bangsa Indonesia, bukanlah bangsa yang telah ada sejak zaman Majapahit, bangsa ini baru lahir pada tanggal 28 Oktober 1928, sehingga menjadi ‘bangsa yang muda’ dengan kultur dasar yang “masih amburadul”, yang sedang mencari jati diri, dan memunculkan karakter yang “aneh tapi nyata”.
Kultur dasar suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh pemahaman bangsa tersebut terhadap agama dan tradisi yang memengaruhi gaya hidup, dan pandangan hidup bangsa tersebut. Rasionalitas yang merupakan kultur dasar bangsa Eropa dimulai dari Revolusi Prancis. Revolusi ini terjadi karena adanya pemerintahan absolut pada masa raja Henry IV Navare (1589-1610) dilanjutkan oleh Louis XIII (1610-1643). Louis XIII didampingi Perdana Menteri Richellieu yang menyatakan “raja tak akan membagi otoritasnya dengan siapapun juga, termasuk para bangsawan tinggi”. Pengganti Louis XIII adalah Louis XIV yang memerintah paling absolut selama 72 tahun (1643-1715). Dalam memerintah, raja didampingi Perdana Menteri Kardinal Mazarin. (Kardinal:jabatan dalam gereja Katolik).
Sebagai suatu bentuk perlawanan terhadap pemerintahan absolut ini para filsuf Prancis dimotori oleh Rene Descartes (La Haye, Perancis, 31 Maret 1596 – Stockholm, Swedia, 11 Februari 1650) seorang fisuf dan ahli matematika memunculkan pilsafat eksistensialime yang diteruskan oleh Jean-Paul Sartre (Paris, 21 Juni 1905 – 15 April 1980) juga dari Prancis.
Di Indonesia, di era 60-an, faham atheisme pada kaum komunis pernah begitu marak yang berujung pada pemberontakan G.30.S/PKI, dan kini berusaha bangkit kembali melalui gerakan-gerakan yang berselubung isu demokrasi dan HAM (pada saat yang sama mengabaikan Kewajiban Asasi Manusia/KAM). Bersama faham materialisme dan sekularisme, faham komunis yang atheis terus hidup hingga kini dan memberi pengaruh kuat terhadap cara pandang umat Islam terhadap agamanya sendiri.
Di bidang pendidikan, agama berubah wujud menjadi bagian dari pranata budaya dan pengetahuan. Di sekolah-sekolah, SD, SMP, dan SLTA, agama diajarkan dalam bentuk pengetahuan agama. Kemampuan peserta didik memahami agama dinilai melalui kemampuan peserta didik menjawab teori-teori agama, sama seperti kemampuan peserta didik menjawab teori fisika dan matematika. Agama tidak lagi menjadi acuan hidup, ukuran sukses identik dengan rumah mewah, uang banyak, mobil mewah, dan tanah luas (materialisme).
Para guru yang beragama Islam sekali pun tidak menyadari bahwa benda selalu jatuh ke bawah adalah ketetapan Allah (sunatullah), sementara hampir semua guru dengan bangga dan lantang mengatakan ini adalah hukum Newton mengenai gravitasi.
Dalam konteks Minangkabau, seorang pakar pendidikan dari negeri ini, Engku M. Syafe’i, melalui buku yang berjudul; “Dasar-dasar Pendidikan yang ditulis beliau pada 31 Oktober 1968, (dikutip sesuai tulisan aslinya), menyatakan: Kalau disangka, bahwa timbulnya Perguruan Nasional Ruang Pendidik INS Kayutanam adalah akibat me-niru2 perguruan2 di Barat dan Amerika, maka hal itu tidak seluruhnya benar. Yang menjadi pemimpin utama dalam hal ini adalah: terutama sekali ciptaan (fitrah-pen) Tuhan, yakni alam Indonesia jauh dan dekat. Dengan mengakui adanya Tuhan, sudah jelas kita mengakui akan ciptaan Tuhan.
M.Syafe’i adalah pakar pendidikan yang sangat menyadari pentingnya keyakinan akan adanya Tuhan dan kekuasaan Tuhan dalam rancang bangun pendidikan. Pada bagian lain dari bukunya beliau berkata, “Sifat kerja adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Tiap2 yang menentang dalil ini akan hancur. Tiap2 yang melaksanakan dalil ini akan bahagia”. Syafe’i ingin menegaskan: Bekerjalah dengan landasan percaya pada kekuasaan Tuhan, sehingga manusia tidak menjadi makhluk yang serakah! Peringatan Syafe’i kini terbukti di Amerika. Kapitalis-Liberalis yang menguasai pasar uang dunia, terpuruk oleh keserakahan yang terakumulasi dalam ‘Subprime Mortgage’, yang berakibat pada krisis keuangan internasional terparah dalam sejarah umat manusia!
Kuatnya pengaruh filsafat barat (yang berintikan filsafat Cartesian) dalam dunia pendidikan selama puluhan tahun sejak merdeka, telah mendorong rancang bangun pendidikan di republik ini mengarah kepada pengingkaran adanya Tuhan, mengarah kepada pemisahan agama dari urusan negara. Tak heran ketika pada tahun 2003 Rancangan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional akan diundangkan, maka satu partai besar mati-matian menolaknya. Alasannya pada undang-undang tersebut ada kata-kata; Akhlak Mulia, dan Iman Takwa. Partai yang sama pada tahun 2008 mati-matian menolak Rancangan Undang-undang Anti Pornografi.
Kuatnya pengaruh filsafat barat dalam dunia pendidikan membuat jiwa yang cenderung pada kesucian tidak tidak lagi diberi tempat dalam kehidupan. Yang diperhatikan dalam hidup hanyalah apa yang terukur, sementara jiwa bukanlah hal yang terukur, tak pula terjangkau oleh Panca Indera.
Fitrah
Dr. M. Quraish Shihab, M.A. lewat tulisannya “Wawasan Al Qur’an”, (www.
media.isnet.org-2007) menyatakan bahwa dari segi bahasa, kata fitrah terambil dari akar kata al-fathr yang berarti belahan, dan dari makna ini lahir makna-makna lain antara lain “penciptaan” atau “kejadian”. Dalam Al-Quran kata ini dalam berbagai bentuknya terulang sebanyak dua puluh delapan kali, empat belas diantaranya dalam konteks uraian tentang bumi dan atau langit. Sisanya dalam konteks penciptaan manusia baik dari sisi pengakuan bahwa penciptanya adalah Allah, maupun dari segi uraian tentang fitrah manusia. Yang terakhir ini ditemukan sekali yaitu pada surat Ar-Rum ayat 30:
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah);(Tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia atas fitrah itu. Tidak ada perubahan atas fitrah Allah (Itulah) agama yang lurus tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (QS.30:30)
Muhammad Thahir bin Asyur (2003) dalam tafsirnya Al-Tahrir tentang surat Ar-Rum di atas sebagaimana yang dapat dibaca di www. media.isnet.org menyatakan bahwa: Fitrah adalah bentuk dan sistem yang diwujudkan Allah pada setiap makhluk. Fitrah yang berkaitan dengan manusia adalah apa yang diciptakan Allah pada manusia yang berkaitan dengan jasmani dan akalnya (serta ruhnya).
Manusia berjalan dengan kedua kakinya adalah fitrah jasadi (jasmani) nya, kemampuan manusia merumuskan masalah dan mengambil kesimpulan adalah fitrah akliah (akal) nya, kemampuan manusia menerima ilham, dan memanfaatkan bashirah adalah fitrah ruhiyah-nya. Pembelajaran Berbasis Fitrah bertumpu pada Fitrah Ruhiyah peserta didik, dimana bashirah-nya akan mengendalikan akal pikirannya.
Konsepsi fitrah telah ada sejak manusia diciptakan, artinya pada diri setiap orang terdapat potensi fitrah yang senantiasa mendorong manusia berbuat kebajikan, menjadikan dirinya sebagai sumber daya yang bermanfaat bagi lingkungan, bagi sesama manusia. Fitrah bermakna bahwa setiap orang dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci). Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan suci, tidak memiliki dosa apapun. Seseorang yang kembali kepada fitrahnya, berarti ia mencari kesucian dan keyakinannya yang asli, sebagaimana pada saat ia dilahirkan (karena itu menjelang Hari Raya Iedul Fitri tiap individu Muslim, berkewajiban membayar Zakat Fitrah, zakat untuk menyucikan jiwa). Jiwa manusia condong kepada kebaikan, sebagaimana firman Allah,
“….tetapi Allah menjadikan kamu cinta pada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu serta menjadikan kamu benci pada kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus. Sebagai karunia dan nikmat dari Allah dan Allah Maha Mengetahui lagi Bijaksana” (QS Al Hujuraatt: 7-8)
Konsep Fitrah Manusia Menurut Prof. Dr. Achmadi Dan Implementasinya Dalam Pendidikan Akhlak Anak yaitu :
Menurut Achmadi fitrah adalah ciptaan asal atau blue print yang diciptakan Allah SWT kepada manusia, dalam blue print itu, pada diri manusia diberikan sumber daya atau potensi menuju pada tujuan penciptaan manusia yaitu menjadi Abid dan khalifah, yang ujungnya nanti menjadikan manusia yang beribadah dan memelihara semua karunia dari allah.
Implikasi dari konsep fitrah menurut Achmadi dalam pendidikan akhlak adalah terbentuknya manusia yang berakhlakul karimah dan mampu melaksanakan tugasnya sesuai tujuan penciptaan manusia diatas. Pendidikan akhlak yang ditanamkan sejak dini pada anak-anak dengan sendirinya akan menjadi bagian dari unsur-unsur kepribadiannya.. Konsep yang ditawarkan oleh Achmadi adalah proses pendidikan akhlak yang bersifat humanisme teosentris yang menitik beratkan pada penjunjungan tinggi harkat manusia yang berdasarkan pada ketauhidan yang ujungnya nanti manusia akan mendapatkan kebahagiaan.
Pembelajaran Berbasis Fitrah
Pembelajaran Berbasis Fitrah adalah pembelajaran yang mengupas masalah fitrah dalam makna; suci. Hal ini mengingatkan kita semua, terutama kalangan pendidik, bahwa: ‘Kesucian Jiwa’ memegang peranan penting dalam prilaku dan keberhasilan manusia dalam menjalani hidupnya.
Jiwa yang kering dan jauh dari nilai-nilai agama adalah jiwa yang cenderung membuat seseorang, atau sekelompok orang berbuat tanpa kearifan dan cenderung mengabaikan etika, estetika, dan ‘Kemanusiaan yang adil dan beradab’.
Jiwa adalah bagian dari Fitrah dalam makna; penciptaan yang dilakukan oleh Allah sebagai Sang Pencipta (al Khalik). Untuk ini Allah telah berfirman dalam surah Asy Syams ayat 7-10.
Surah Asy Syams ayat 7-10 ini mengingatkan kita bahwa pada fitrah diri manusia ada “kekuatan yang tersimpan” berupa ilham ketakwaan yaitu kemampuan seseorang untuk mentaati aturan dan ada “kelemahan yang tersimpan” berupa ilham kefasikan yaitu kecenderungan seseorang untuk melanggar aturan, bahkan aturan yang dibuat olehnya sendiri, karena itulah Allah SWT mengingatkan, ‘beruntunglah orang yang senantiasa mampu mensucikan jiwanya’.
Jika manusia mampu menyadari fitrah dirinya yang hakiki dan suci dan mengenali keberadaan “kekuatan yang tersimpan”, untuk kemudian mampu mengeluarkannya, mengalirkannya ke dalam aliran darah, pikiran, dan jiwanya, ketenangan batin akan menyeruak memenuhi sekujur tubuhnya. Dia pun akan melangkah dengan mantap, menyusuri hari-harinya, jauh dari rasa cemas, dan rasa takut, karena dia tidak lagi merasa sendiri, “Kekuasaan Allah” selalu hadir mendampingi dalam jiwanya. Perlahan tapi pasti dia akan memperoleh kecerdasan spiritual yang mendukung tumbuhnya kecerdasan intelektual.
Efek dari semua ini adalah: dia mampu berpikir besar dan berbuat besar, tanpa pernah merasa besar. Dia dapat menjadi tokoh penting dalam masyarakat tanpa pernah merasa menjadi orang penting. Dia adalah pencontoh paling nyata dari sifat Rasullullah; Sidiq (jujur), Amanah (dapat dipercaya),Tabligh (selalu menyerukan kebaikan), dan Fatanah (cerdas).
Kunci keberhasilan untuk meraih kesucian jiwa – dimana bashirah kemudian berperan besar dalam menumbuhkan kecerdasan spiritual – adalah:
Yakin dan sangat yakin pada keberadaan dan kekuasaan Allah.
Senantiasa berusaha mensucikan jiwa dengan selalu ikhlas ber-dzikir mengingat Allah.
Melakukan semua perintah Allah dan menjauhi larangannya dalam rangka: menghambakan diri kepada Allah
SUMBER
Penulis: Johnson Simanjuntakang 14:49 WIB
http://www.tribunnews.com/2011/12/07/taufiq-kiemas-filosofi-pendidikan-melemah
Diposkan oleh : Yusuf Efendi 09:00:15
http://www.adicita.com/resensi/detail/id/712/Filsafat-Pendidikan
Diposkan oleh : razors_xxx di 11:29
http://edupls.blogspot.com/
Diposkan oleh : Jufry Malyono
http://juprimalino.blogspot.com/2011/11/filosofi-pendidikan-eksistensalisme.html
http://id.shvoong.com/humanities/philosophy/1947159-filosofi-pendidikan/#ixzz1rA3Aw8RP
http://id.shvoong.com/humanities/philosophy/1947159-filosofi-pendidikan/
http://id.wikipedia.org/wiki/PendidikanSumber inovasi sosial.
Judul Buku : Filsafat Pendidikan
Penulis : Prof. Imam Barnadib, M.A., Ph.D
Penyunting : Hermawan Hastho Nugroho, S.T
Penerbit : Adicita Karya Nusa, Yogyakarta
Cetakan : Pertama, Oktober 2002
Penulis :Prapto Ari Perwira
Email : prapto@ariperwira.com
http://www.qtulis.net/read/hubungan-antara-filsafat-manusia-dan-pendidikan.html
Buku :Pengantar Filsafat Pendidikan
Penulis : Drs. Uyoh Sadulloh, M.Pd.
Diterbitkan oleh : CV ALFABETA
Jl. Gegerkalong Hilir 84 Bandung 40153
e-mail alfabeta_ba@yahoo.com
Cetakan ketiga, Agustus 2006
ISBN : 979- 8433-71-5
Diposkan oleh Riska's blog di 05:49
http://applezweena.blogspot.com/2012/01/pendekatan-pendekatan-dalam-teori.html
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2009/01/07/pendekatan-pendekatan-dalam-teori-pendidikan/
Rabu, 08 Januari 2014
FILOSOFI PENDIDIKAN
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar